Selasa, 20 Maret 2012

CERITA PENDEK ( SALAH NURUNIN RESLETING )


Tumini seorang wanita dewasa pegawai sebuah kantor swasta asing pagi itu mau berangkat kerja dan lagi menunggu bus kota di mulut gang rumahnya. Seperti biasa pakaian yang dikenakan cukup ketat, roknya semi-mini, sehingga bodinya yang seksi semakin kelihatan lekuk likunya.

Bus kota datang, tumini berusaha naik lewat pintu belakang, tapi kakinya kok tidak sampai di tangga bus. Menyadari keketatan roknya, tangan kiri menjulur ke belakang untuk menurunkan sedikit resleting roknya supaya agak longgar.

Tapi, ough, masih juga belum bisa naik. Ia mengulangi untuk menurunkan lagi resleting roknya. Belum bisa naik juga ke tangga bus. Untuk usaha yang ketiga kalinya, belum sampai dia menurunkan lagi resleting roknya, tiba-tiba ada tangan kuat mendorong pantatnya dari belakang sampai Marini terloncat dan masuk ke dalam bus.

Tumini melihat ke belakang ingin tahu siapa yang mendorongnya, ternyata ada pemuda gondrong yang cengar-cengir melihat Tumini.

“Hei, kurang ajar kau. Berani-beraninya nggak sopan pegang-pegang pantat orang!”

Si pemuda menjawab kalem, “Yang nggak sopan itu situ, Mbak. Masak belum kenal aja berani-beraninya nurunin resleting celana gue.”


MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN ADALAH BUDAYA


BUDAYA MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN


Bagi sebagian orang, sampah adalah benda yang mengganggu. Keberadaanya mengusik orang-orang. Terlebih jika sampah itu menggunung dan berserakan ditempat umum. Parahnya, kita akan merasa lebih  sebal ketika banjir datang membawa sampah-sampah didalamnya. Perihal sampah, tetap menjadi polemik dimasyarakat. Satu sisi banyak larangan untuk tidak membuang sampah sembarangan tapi sisi lain banyak yang membuang sampah sembarangan meski, sudah banyak sosialisasi tentang dampak dari sampah. Nyatanya, banyak dari kita justru ‘mengeluhl’ bila banjir yang datang bersama sampah menimbulkan penyakit. Padahal, sampah itu berasal dari kita yang telah membuang sampah sembarangan.

Apabila kita melihat dari sekitar kita, mudah bagi kita untuk membuang sampah sembarangan, entah itu bungkus permen, bungkus rokok, bungkus snack, puntung rokok, dan lain-lain. Padahal, jarak dari seseorang berdiri dengan tempat sampah tidaklah jauh.
Yang ditakutkan adalah, perihal membuang sampah sembarangan telah menjadi budaya didalam masyarakat kita. Alhasil, sampah akan terus menghiasi tempat-tempat umum.
Meski telah diberlakukan peraturan tentang sampah, adanya sosialisasi untuk tidak membuang sampah sembrangan, dan papan reklame serta semcamnya yang berisi larangan untuk tidak membuang sampah sembarangan, masyarakat kita tetap saja ‘bebal’ dengan hal itu.

Mengentengkan masalah sampah justru memperparah keadaan. Hasilnya, ketika penyakit bermunculan akibat sampah, kita hanya menyalahkan pemerintah, orang lain, dan lain-lain. Parahnya, kita menyalahkan alam. Padahal, alam dengan kasih sayangnya memberikan stimulus kepada manusia agar menjaga dan melestarikan alam. Contoh kecilnya adalah tidak membuang sampah sembarangan.

Tapi. budaya membuang sampah sembarangan bisa dihentikan. Dengan apa? Dengan cara merubah kebiasaan kita untuk membuang sampah ditempatnya. Terlebih didaerah aliran sungai.Meski dalam hal ini pemerintah ikut bertanggung jawab. Tapi, masyarakat juga ikut bertanggung jawab masalah sampah ini, dengan cara tidak membuang sampah sembarangan.Maka, koordinasi antara setiap elemen masyarakat dan pemerintah diharapkan muncul. Guna mempercepat perubahan kebiasan suka membuang sampah sembarangan.

            Masalah sampah tidak hanya sekedar hanya bagaimana mengolah atau mengelola sampah saja, tetapi juga terkait dengan masalah budaya/sosiologi masyarakat. Masyarakat Indonesia umumnya tidak peduli tentang sampah, suka buang sampah sembarangan, dan cenderung mementingkan diri sendiri.


             Contoh sederhana saja. Di sebuah lahan terdapat patok dengan pengumuman yang sangat mencolok: Dilarang membuang sampah disini. Pada kenyataannya masih banyak orang yang membuang sampah di tempat itu. Atau larangan-larangan senada lainnya, seperti: Dilarang membuang sampah di sungai1, buanglah sampah pada tempatnya, yang buang sampah disini setan. Pengumuman-pengumuman itu seperti hanya sebuah tempelan kosong tanpa arti, seperti macam tak punya gigi, tidak ada orang yang memperhatikan atau mematuhi larangan tersebut.

          Pemerintah atau lembaga-lembaga lain sudah cukup lama menyediakan tiga tempat sampah yang berbeda. Satu tempat sampah untuk limbah plastik atau logam, satu tempat sampah untuk limbah kertas, dan satu lagi tempat sampah untuk limbah organik. Tulisannya dibuat besar sekali, warnanya menyolok, dan masih terbaca dengan jelas dari jarak yang cukup jauh. Warnanya pun dibuat berbeda-beda. Masalahnya sekarang, apakah warga atau masyarakat sudah membuat sampah sesuai dengan tempatnya. Jawabannya adalah tidak. Mereka membuang sampah semaunya sendiri tanpa memperhatikan tulisan-tulisan tersebut.


           Pemerintah juga sudah mencoba membuat perda tentang sampah yang akan menghukum orang yang membuang sampah sembarangan. Salah satunya denda Rp. 50 rb untuk orang yang ketahuan membuang sampah sembarangan. Apakah perda ini pernah diberlakukan? Sudahkan ada orang yang didenda karena membuang sampah sembarangan? Jawabannya kita sudah tahu semuanya. Perda ini cuma sekedar tulisan di atas kertas

          Oleh karenanya, mari kita melestarikan alam dengan cara membuang sampah
ditempatnya. Memang hal kecil, tapi besar dampaknya bila diabaikan.
Mari cintai lingkungan kita dan ciptakan budaya bersih dan tidak membuang sampah sembarangan.



  

“  KITA SULIT BUANG SAMPAH PADA TEMPATNYA  “
“APA ITU BUDAYA YANG MELEKAT ??? “
“APA ITU KEBIASAAN ??? “
“TINGGALKAN MULAI SEKARANG !!!” 
“ BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA”



Dikutip dari :


" J "